BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Al-qur’an
adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara
malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum
muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik
aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا
لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri.(Q.S.An-Nahl 89)
Mempelajari isi Al-qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.Firman Allah :
Mempelajari isi Al-qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.Firman Allah :
وَلَقَدْ جِئْنَـهُمْ بِكِتَـبٍ فَصَّلْنَـهُ
عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al
Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan
Kami[546]; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman.(Q.S.Al-A’raf 52)
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah memahami Al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara menafsiri Al-Qur’an. Yaitu Ulumul Qur’an atau Ulum at tafsir. Pembahasan mengenai ulumul Qur’an ini insya Allah akan dibahas secara rinci pada bab-bab selanjutnya.
1.2
Rumusan Masalah
a.
Definisi Ulumul Qur’an?
b.
Ruang Lingkup Kajian Al-Qur’an?
c.
Sejarah Pertumbuhan Al-Qur’an?
d.
Urgensi Al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ulumul Qur’an
Secara
etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua
kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti
ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang
berhubungandengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an
maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya.
Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil
Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an
menjadi bagian dari ulumul Qur’an.
Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan ulumul Qur’an diantara lain :
Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :
علم يبحث فيه عن احوال الكتاب العزيز من جهة نزوله وسنده وادابهوالفاظه ومعانيه المتعلقة بالاحكام وغير ذالكّ.
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut:
مباحث تتعلّق بالقران الكريم من ناحية نزوله وترتيبه وجمعه وكابته وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع الشّبه عنه ونحو ذالك
.
“Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.
“Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’an.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Al-Qur’an
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang
lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada
kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir
maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an.
Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam
kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap
cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu
Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450
ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an
dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna
Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari
sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya,
maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah :
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَـتِ رَبِّى لَنَفِدَ الْبَحْرُ
قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَـتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi
tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu
sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi 109)
C. Sejarah Pertumbuhan
Al- Qur’an
2.1
Pada Masa Para Sahabat
Nabi Muhammad
SAW dan para sahabatnya sangat Mengetahui makna-makna Alquran dan ilmu-ilmunya,
Sebagaimana pengetahuan para ulama sesudahnya.Bahkan makna dan ilmu-ilmu
Alquran tersebut pada masa rusulullah dan para sahabatnya itu belum tertulis
atau dibukukan dan belum disusun dalam kitab. Sebab, mereka tidak merasa perlu untuk Menulis dan
membukukan makna dan ilmu-ilmu alquran tersebut dalam suatu kitab.
Setiap Rosulluloh selesai menerima wahyu ayat Al-qur’an,
beliau membacakannya kepada orang banyak dengan tekun dan tenang, sehingga
mereka dapat membacanya dengan baik, menghafal lafal-lafalnya dan mampu
memahami arti dan makna serta rahasia-rahasianya. Rosulluloh SAW menjelaskan
tafsiran-tafsiran ayat Al-qur’an kepada mereka dengan sabda,perbuatan,dan
persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan sifat beliau. Hal itu karena
memang beliau diperintahkan Alloh SWT menjelaskan ayat-ayat Al-qur’an sesuai dengan
firman-Nya:
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt
Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran, Agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan
supaya mereka memikirkan (Q.S.An-Nahl: 44)
Para sahabat
pada waktu itu sebagai orang-orang Arab murni mempunyai
keistimewaan-keistimewaan arabiah yang tinggi dan kelebihan-kelebihan lain yang
sempurna.Mereka mempunyai kekuatan menghafal yang sangat hebat,otak yang
cerdas,gaya tangkap yang tajam terhadap keterangan dan dalam segala bentuk
rangkaian/susunan kalimat.Karena itu,mereka bisa mendapatkan ulumul Qur’an dan
i’jaznya dengan pembawaan mereka dan kecermerlangan akal pikiran
mereka.Sekarang kita tidak akan bisa menemukan apa yang telah di temukan para
sahabat tersebut,meski sekarang telah banyak beredar bermacam-macam ilmu. Karena itu, para sahabat tidak
memerlukan pembukuan ulumul Qur’an. Hal ini jauh berbeda dengan zaman sekarang
yang selalu membutuhkan semua cabang ilmu dari ulumul Qur’an itu.[2]
Meski para sahabat waktu itu telah banyak mempunyai
keistimewaan-keistimewaan,sebagaimana diterangkan diatas,namun mereka itu
kebanyakan orang-orang ummi(orang yang tidak pandai membaca dan menulis)
itu alat-alat tulis waktu itu sulit ditemukan,belum ada kertas dan pena.Juga
rosulluloh pernah melarang mereka menuliskan sesuatu selain Al-qur’an.hal ini
sebagai mana sabda rosulluloh SAW:
“janganlah kalian tulis dari padaku selain Al-qur’an, barang
siapa menulis dariku selain Al-qur’an maka hendaklah dihapus. Dan ceritakanlah
dari padaku, maka tidak ada larangan. Dan barang siapa yang berdusta atas saya
dengan sengaja, maka bersip-siaplah tempatnya dineraka” (H.M.Muslim dari Abu Sa’id Al-khudri)
Larangan tersebut dikeluarkan,
disamping karena dikhawatirkan terjadinya kejumbuhan antara Alquran dengan yang
lainya,juga dikawatirkan tercampurnya Alquran dengan yang bukan Alquran, selama
Alquran masih turun.
Begitu pula pada masa Rosul Khalifah Abu Bakar dan Umar
ilmu itu belum perlu dibukukan, karena pada umumnya para sahabat memahami
Alqur’an sebab dalam bahasa mereka. Bila ada yang belum mereka pahami, maka bertanya lansung
pada rosul SAW atau para sahabat yang pernah bertemu dengan beliau.
Banyak hal yang melatar belakangi mengapa pada masa Rosul
tidak atau belum membutuhkan pembukuan Ulumul Qur’andi antaranya:
a) Mereka orang arab nurni yang
memiliki banyak keistimewaan antara lain:
- Mempunyai daya haflan yang kuat.
- Mempunyai otak yang cerdas.
- Mempunyai daya tangkap yang tajam.
-
Mempunyai kemampuan yang luas segala
macam bentuk unggkapan, baik prosa, puisi, maupun sajak.
b) Mayoritas orang-orangnya ummi (tidak
pandai membaca dan menulis) tetapi cerdas.
c) Ketika medapati kesulitan, bisa
lansung bertanya kepada rosulluloh SAW.
d) Alat tulis yang belum memadai.
e) Adanya larangan Rosulluloh SAW
menulis segala sesuatu selain Al-Qur’an.
Dari
keterangan diatas bisa diambil kesimpulan, kondisi Ulumul Qur’an pada masa Nabi
dan Khalifah Abu Bakar dan Umar Bin Khattab. Atau periode pertama para sahabat
masih tetap menyampaikan Islam dan ajaran-ajarannya, menyebarkan ilmu-ilmunya,
serta mengmbangkan hadis. Semuanya dilakukan dengan pengajaran lisan, bukan
dengan tulisan atau pembukuan.
2.2 Perintis Dasar Ulumul Qur’an dan Pembukuannya
2.21 Perintis Dasar Ulumul Qur’an
Pada masa
nabi dan pemerintahan Abu Bakar dan Umar, ilmu-ilmu Al-Qur’an belum
dibukukan. Karena umat islam belum memerlukan. Karena pada saat itu sahabat
Nabi yang mayorotas bangsa Arab Asli (Suku Qurais dan sebagainya) sehingga bisa
memahami dengan baik, karena bahas Al-Qur’an adalah bahasa mereka sendiri dan
mereka mengetahui sebab-sebab turunya al-Qur’an
Perjuangan
Umat Islam tidak berhenti disitu, meskipun periode pertama berlalu, datanglah
periode pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Demi memperjuangkan dakwah islam
Khalifah Usman Bin Affan berusaha membukukan Al-Quran karena negara-negara
islam pun telah berkembang luas. Orng-orang Arab murni telah bercampur-bawur
dengan orang asing yang tidak mengenal bahasa arab. Semua itu menimbulkan
kecemasan akan luntur dan hilangnya keistimewaan orang-orang Arab murni.dan
banyak perselisihan antara kaum muslimin tentang Al-Qur’an.
Karena kekawatiran itulah, Khalifah Usman Bin Affan
memerintahkan kaum muslimin agar seluruh ayat-ayat Al-Qur’an yang telah
dikumpulkan pada masa Abu Bakar dikumpulkan dalam satu mushhaf, kemudian
dikenal Mushhaf Usman. Dengan
usahanya itu, berarti Khalifah Usman Bin Affan telah meletakkan dasar pertama,
yang dinamakan Ilmu Rasmil Qur’an atau Ilmu Rasmil Utsmani.
Pada pemerintahan Khalifah Ali Bin
Abi Tholib. Beliau memperhatikan orang-orang asing yang suka menodai kemurnian
bahasa Arab. Sebab, belaiau sering mendengarkan sesuatu yang menimbulkan
kerusakan bahasa Arab. Karena itu, beliau memerintahkan Abul Aswad Ad-Duali
untuk membua sebagian kaidah kaidah-kaidah guna memelihara kemurnian bahasa
Arab sebagai bahasa Al-Qur’an dari permainan dan kerusakan orang-orang yang
jahil. Abdul Aswad menulis pedoman-pedoman serta aturan-aturan dalam bahasa
Arab.dengan demikian, Kholifah Ali bi Abi Thalib telah meletakkan dasar pertama
terhadap ilmu, yang sekarang terkenal dengan nama Ilmu Nahwu atau
I’robil Qur’an.
Setelah Kholifah Ali, habislah masa khulafaurrosidin dan
datanglah pemerintahan Bani Umayyah, dalam masa ini cita-cita para sahaat dan
tabi’in besar ditunjukkan untuk menyebar luaskan Ulumul Qur’an dengan riwayat
dan pengajaran langsung, tidak dengan tulisan dan pembukuan. Cita-cita dan semangat penyebaran
mereka itu dapat dianggap sebagai pendahulu dari pembukuan Ulumul Qur’an
selanjutnya nanti.
Tokoh-tokoh
penyebar Ulumul Qur’an dengan riwayat adalah : Khalifah empat, dilanjutkan oleh
Abbas, Ibnu Mas’ud , Zaid Ibnu Tsabit, Abu musa Al-Asy’ari dan Abdulloh bin
Zubair. Mereka inilah dari kalangan Sahabat.
Tokoh-tokoh Ulumul Qur’an dari tabi’in yang menyebar
secara riwayat ialah:
- Mujahid (wafat 103 H)
- Atha’ bin Abu Rabah (wafat 114 H)
- Ikrimah (wafat 105 H)
- Qatadah bin Di’amah (wafat 118 H)
- Al-hasan Al-Bashri (wafat110 H)
- Said bin jubair (wafat 136 H)
- Zaid bin Aslan (wafat 136 H)
Orang yang
mengambil riwayat dari Sa’id ini ialah Abdurrahman (putra beliau) dan
Malik Bin anas (dari tabi’it tabi’in)
Mereka dianggap sebagai peletak dasar ilmu-ilmu, yang
diberi nama ilmu tafsir, Ilmu Asbabun Nuzul, Ilmu Naskh wal Mansukh, Ilmu
Ghoribul Qur’an, dan lain-lain dari berbagai macam cabang Ulumul Qur’an.
2.22 Pembukuan Tafsir Al-Qur’an
Setelah
dirintis dasar-dasar ulumul qur’an satu persatu seperti penjelasan tersebut
kemudian datanglah masa pembukuan/penulisan cabang ulumul Qu’an.
Akibatnya, bayak kitab ynag dikarang orang yang meliputi berbagai macam
cabang Ulumul Qur’an. Cita-cita yang pertama kali mereka bukukan adalah
Tafsir Al-Qu’an karena dianggap sangat penting dari induk dari ilmu-ilmu yang
lain. Orang yang pertama mengarang tafsir ialah Syu’bah bin Hajjaj (wafat 160
H), Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H), dan Waki’ bin jarroh (wafat 197 H) mereka
termasuk ulama abad ke-II. Tafsir yang mereka tulis adalah koleksi
pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in yang kebanyakan belum dicetak,
sehingga tidak sampai pada generasi sekarang.
Setelah
mereka, muncul Ibnu Jarir Ath-thabari (310 H) Yang mengarang Tafsir
Ath-Thabari, yang bernama Jaami’ul bayaan Fitafsiril Qur’an.
D. URGENSI
Secara garis besar Ilmu alQur’an
terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1)
Ilmu
yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang
macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan
sebab-sebabnya.
2) Ilmu yang
berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan
secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui
makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Namun, Ash-Shidiqie memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an itu kembali kepada beberapa pokok pembahasan saja seperti :
Namun, Ash-Shidiqie memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an itu kembali kepada beberapa pokok pembahasan saja seperti :
3) Nuzul.
Permbahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang
menunjukan tempat dan waktu turunya ayat Al-Qur’an misalnya : makkiyah,
madaniyah, hadhariah, safariyah, nahariyah, lailiyah, syita’iyah, shaifiyah,
dan firasyiah. Pembahasan
ini juga meliputi hal yang menyangkut asbabun nuzul dan sebagainya.
4)
Sanad.
Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad
yang mutawattir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at nabi, para periwayat dan
para penghapal Al-Qur’an Al-Qur’an, dan Cara Tahammul (penerimaan riwayat).
5) Ada’
al-Qira’ah.
Pembahasan ini menyangkut waqof, ibtida’, imalah, madd,
takhfif hamzah, idghom.
Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu,rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan
Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu,rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan
6) tasybih.
Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna Amm dan tetap dalam keumumanya, Amm yang dimaksudkan khusus, Amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, dhahir, mujmal, mufashal, manthuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang saja.
Pembahasan makna Al-Qur’anyang berhubungan dengan lafadz, yaitu fashl, washl, ijaz, ithnab, musawah, dan qashr.
Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna Amm dan tetap dalam keumumanya, Amm yang dimaksudkan khusus, Amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, dhahir, mujmal, mufashal, manthuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang saja.
Pembahasan makna Al-Qur’anyang berhubungan dengan lafadz, yaitu fashl, washl, ijaz, ithnab, musawah, dan qashr.
E. SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya.
Di masa Rasul SAW dan para sahabat, ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul, dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW.
Di zaman Khulafa’u Rasyiddin sampai dinasti umayyah wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa arab, bahkan dikhawatirkan tentang baca’an Al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah al-qur’an yang disebut mushaf imam. Dan dari salinan inilah suatu dasar ulumul Qur’an yang disebut Al rasm Al-Utsmani.
Kemudian, Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuanya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al ulum alQur’aniyyah. Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah ibn al-Hajjaj (160 H), Sufyan Ibn Uyaynah (198 H), dan Wali Ibn al-Jarrah (197 H). dan pada abad ke-3 muncul tokoh tafsir yang merupakan mufassir pertama yang membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagianya. Beliau adalah Ibn jarir atThabari (310 H). Selanjutnya sampai abad ke-13 ulumul Qur’an terus berkembang pesat dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu melahirkan buah karyanya untuk terus melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Diantara sekian banyak tokoh-tokoh tersebut, Jalaluddin al-bulqini (824 H) pengarang kitab Mawaqi’ Al-ulum min Mawaqi’ al-Nujum dipandang Assuyuthi sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab, dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an. Jalaluddin al-Syuyuthi (991 H) menulis kitab Al-Tahhir fi Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H. kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an paling lengkap.namun, Al-Syuyuthi belum merasa puas dengan karya monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Didalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini merupakan pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli Qur’an masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari pembahasan
yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa kata Ulumul Qur’an secara
etimologi berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan
“Al-Qur’an”. Kata ulum
adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang
disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini
merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari
segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap
petunjuk yang terkandung di dalamnya. Sedangkan secara terminologi dapat
disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an
maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang
lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada
kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir
maupun ilmu-ilmu bahasa Arab. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang
tercakup di dalamnya.
Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1.
Ilmu yang berhubungan dengan riwayat
semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat
turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2. Ilmu yang
berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan
secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui
makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
3.
Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul
Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin
ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya .
ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi pemahamanya .
DAFTAR PUSTAKA
Read more: Urgensi Ulumul Quran -
IslamWiki | Tentang Islam http://islamwiki.blogspot.com/2009/02/urgensi-ulumul-quran.html#ixzz2IRclWdH7
Under Creative Commons License: Attribution
Under Creative Commons License: Attribution
al- Khathib,
‘Ajjaj M. Ushul al-Hadits. Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H/1989 M.
al- Thahhan, Mahmud. Taisir Musthalah al- Hadits. Beirut: Dār al-Qur’an al-Karim, 1399 H/1979 M.
Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 1997.
al- Khinn, Mustafa. Remume dari Kitab ‘Asar al- Ikhtilaf fi al- Qawa’id al-‘Ushulliyah. Cet. 2 Beirut: Mu’assah al- Risalah, 1981.
al- Thahhan, Mahmud. Taisir Musthalah al- Hadits. Beirut: Dār al-Qur’an al-Karim, 1399 H/1979 M.
Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 1997.
al- Khinn, Mustafa. Remume dari Kitab ‘Asar al- Ikhtilaf fi al- Qawa’id al-‘Ushulliyah. Cet. 2 Beirut: Mu’assah al- Risalah, 1981.
by : M. Syaikul Muttaqin
semoga bermanfaat postinganku kali ini...
semoga bermanfaat postinganku kali ini...
Terima kasih. Kali aja mau mampir di blog seputar IT milik saya https://www.kupastrik.com
BalasHapus